Pengertian Motivasi
Pengertian Motivasi
Istilah
motivasi berasal dari bahasa latin, yaitu Movere yang berarti
menggerakan. Motivasi merupakan proses atau perilaku yang mencoba mempengaruhi
seseorang agar melakukan sesuatu yang kita inginkan. Berikut pengertian
motivasi oleh beberapa ahli:
1.
Robbin
(2002:55) mengemukakan bahwa motivasi adalah keinginan untuk melakukan sebagai
kesediaan untuk mengeluarkan tingkat upaya yang tinggi untuk tujuan-tujuan
organisasi, yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu untuk memenuhi suatu
kebutuhan individual.
2.
Siagian
(2002:94) mengemukakan bahwa dalam kehidupan berorganisasi, termasuk kehidupan berkarya dalam organisasi
bisnis, aspek motivasi kerja mutlak mendapat perhatian serius dari para
manajer. Karena 4 (empat) pertimbangan utama yaitu:
a) Filsafat hidup manusia berkisar
pada prinsip “quit pro quo”, yang dalam
bahasa awam dicerminkan oleh pepatah yang mengatakan “ada ubi ada talas, ada
budi ada balas”,
b) Dinamika kebutuhan manusia
sangat kompleks dan tidak hanya bersifat materi, akan tetapi juga bersifat
psikologis,
c) Tidak ada titik jenuh dalam
pemuasan kebutuhan manusia,
d) Perbedaan karakteristik individu
dalam organisasi atau perusa-haan, mengakibatkan tidak adanya satupun teknik
motivasi yang sama efektifnya untuk semua orang dalam organisasi juga untuk
seseorang pada waktu dan kondisi yang berbeda-beda.
3.
Radig
(1998), Soegiri (2004:27-28) dan Antoni (2006:24) mengemukakan bahwa pemberian
dorongan sebagai salah satu bentuk motivasi, penting dilakukan untuk meningkatkan
gairah kerja karyawan sehingga dapat mencapai hasil yang dikehendaki oleh
manajemen.
4.
Mangkunegara
(2005:101) mengemukakan bahwa terdapat 2 (dua) teknik memotivasi kerja pegawai
yaitu:
a) Teknik pemenuhan kebutuhan
pegawai, artinya bahwa pemenuhan kebutuhan pegawai merupakan fundamen yang
mendasari perilaku kerja.
b) Teknik komunikasi persuasif,
artinya merupakan salah satu teknik memotivasi kerja pegawai yang dilakukan
dengan cara mempengaruhi pegawai secara ekstra logis. Teknik ini dirumuskan
dengan istilah “AIDDAS” yaitu Attention
(perhatian), Interest (minat),
Desire (hasrat), Decision (keputusan), Action (aksi atau tindakan), dan Satisfaction
(kepuasan). Penggunaannya, pertama kali pemimpin harus mem berikan
perhatian kepada pegawai tentang pentingnya tujuan dari suatu pekerjaan agar
timbul minat pegawai terhadap pelaksanaan kerja, jika telah timbul minatnya
maka hasratnya akan menjadi kuat untuk mengambil keputusan dan melakukan
tindakan kerja dalam mencapai tujuan yang diharapkan oleh pemimpin. Dengan
demikian, pegawai akan bekerja dengan motivasi tinggi dan merasa puas terhadap
hasil kerjanya.
2.2 Teori-Teori Motivasi
1.
Teori
Abraham H. Maslow (Teori Kebutuhan)
Teori motivasi yang dikembangkan oleh Abraham H. Maslow
pada intinya berkisar pada pendapat bahwa manusia mempunyai lima tingkat atau
hierarki kebutuhan, yaitu : (1) kebutuhan fisiologikal (physiological needs),
seperti : rasa lapar, haus, istirahat dan sex; (2) kebutuhan rasa aman (safety
needs), tidak dalam arti fisik semata, akan tetapi juga mental, psikologikal
dan intelektual; (3) kebutuhan akan kasih sayang (love needs); (4) kebutuhan
akan harga diri (esteem needs), yang pada umumnya tercermin dalam berbagai
simbol-simbol status; dan (5) aktualisasi diri (self actualization), dalam arti
tersedianya kesempatan bagi seseorang untuk mengembangkan potensi yang terdapat
dalam dirinya sehingga berubah menjadi kemampuan nyata.
Kebutuhan-kebutuhan yang disebut pertama (fisiologis) dan
kedua (keamanan) kadang-kadang diklasifikasikan dengan cara lain, misalnya
dengan menggolongkannya sebagai kebutuhan primer, sedangkan yang lainnya
dikenal pula dengan klasifikasi kebutuhan sekunder. Terlepas dari cara membuat
klasifikasi kebutuhan manusia itu, yang jelas adalah bahwa sifat, jenis dan
intensitas kebutuhan manusia berbeda satu orang dengan yang lainnya karena
manusia merupakan individu yang unik. Juga jelas bahwa kebutuhan manusia itu
tidak hanya bersifat materi, akan tetapi bersifat pskologikal, mental,
intelektual dan bahkan juga spiritual. Menarik pula untuk dicatat bahwa dengan
makin banyaknya organisasi yang tumbuh dan berkembang di masyarakat dan makin
mendalamnya pemahaman tentang unsur manusia dalam kehidupan organisasional,
teori “klasik” Maslow semakin dipergunakan, bahkan dikatakan mengalami
“koreksi”. Penyempurnaan atau “koreksi” tersebut terutama diarahkan pada konsep
“hierarki kebutuhan “ yang dikemukakan oleh Maslow.
Istilah “hierarki” dapat diartikan sebagai tingkatan. Atau
secara analogi berarti anak tangga. Logikanya ialah bahwa menaiki suatu tangga
berarti dimulai dengan anak tangga yang pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
Jika konsep tersebut diaplikasikan pada pemuasan kebutuhan manusia, berarti
seseorang tidak akan berusaha memuaskan kebutuhan tingkat kedua,- dalam hal ini
keamanan- sebelum kebutuhan tingkat pertama yaitu sandang, pangan, dan papan
terpenuhi; yang ketiga tidak akan diusahakan pemuasan sebelum seseorang merasa
aman, demikian pula seterusnya.
Berangkat dari kenyataan bahwa pemahaman tentang berbagai
kebutuhan manusia makin mendalam penyempurnaan dan “koreksi” dirasakan bukan
hanya tepat, akan tetapi juga memang diperlukan karena pengalaman menunjukkan
bahwa usaha pemuasan berbagai kebutuhan manusia berlangsung secara simultan.
Artinya, sambil memuaskan kebutuhan fisik, seseorang pada waktu yang bersamaan
ingin menikmati rasa aman, merasa dihargai, memerlukan teman serta ingin
berkembang.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa lebih tepat apabila
berbagai kebutuhan manusia digolongkan sebagai rangkaian dan bukan sebagai
hierarki. Dalam hubungan ini, perlu ditekankan bahwa kebutuhan yang satu saat
sudah terpenuhi sangat mungkin akan timbul lagi di waktu yang akan datang;
Pemuasaan berbagai kebutuhan tertentu, terutama kebutuhan fisik, bisa bergeser
dari pendekatan kuantitatif menjadi pendekatan kualitatif dalam pemuasannya.
Berbagai kebutuhan tersebut tidak akan mencapai “titik jenuh” dalam arti
tibanya suatu kondisi dalam mana seseorang tidak lagi dapat berbuat sesuatu
dalam pemenuhan kebutuhan itu.
Kendati pemikiran Maslow tentang teori kebutuhan ini tampak
lebih bersifat teoritis, namun telah memberikan fundasi dan mengilhami bagi
pengembangan teori-teori motivasi yang berorientasi pada kebutuhan berikutnya
yang lebih bersifat aplikatif.
2.
Teori
McClelland (Teori Kebutuhan Berprestasi)
Dari McClelland dikenal tentang teori kebutuhan untuk
mencapai prestasi atau Need for Acievement (N.Ach) yang menyatakan bahwa
motivasi berbeda-beda, sesuai dengan kekuatan kebutuhan seseorang akan
prestasi. Murray sebagaimana dikutip oleh Winardi merumuskan kebutuhan akan
prestasi tersebut sebagai keinginan :“ Melaksanakan sesuatu tugas atau
pekerjaan yang sulit. Menguasai, memanipulasi, atau mengorganisasi obyek-obyek
fisik, manusia, atau ide-ide melaksanakan hal-hal tersebut secepat mungkin dan
seindependen mungkin, sesuai kondisi yang berlaku. Mengatasi kendala-kendala,
mencapai standar tinggi. Mencapai performa puncak untuk diri sendiri. Mampu
menang dalam persaingan dengan pihak lain. Meningkatkan kemampuan diri melalui
penerapan bakat secara berhasil.”
Menurut McClelland karakteristik orang yang berprestasi
tinggi (high achievers) memiliki tiga ciri umum yaitu : (1) sebuah preferensi
untuk mengerjakan tugas-tugas dengan derajat kesulitan moderat; (2) menyukai
situasisituasi di mana kinerja mereka timbul karena upaya-upaya mereka sendiri,
dan bukan karena faktor-faktor lain, seperti kemujuran misalnya; dan (3)
menginginkan umpan balik tentang keberhasilan dan kegagalan mereka,
dibandingkan dengan mereka yang berprestasi rendah.
3. Teori Clyton Alderfer (Teori
“ERG)
Teori Alderfer dikenal dengan akronim “ERG” . Akronim “ERG”
dalam teori Alderfer merupakan huruf-huruf pertama dari tiga istilah yaitu : E
= Existence (kebutuhan akan eksistensi), R = Relatedness (kebutuhanuntuk
berhubungan dengan pihak lain, dan G = Growth (kebutuhan akan pertumbuhan).
Jika makna tiga istilah tersebut didalami akan tampak dua
hal penting. Pertama, secara konseptual terdapat persamaan antara teori atau
model yang dikembangkan oleh Maslow dan Alderfer. Karena “Existence” dapat
dikatakan identik dengan hierarki pertama dan kedua dalam teori Maslow; “
Relatedness” senada dengan hierarki kebutuhan ketiga dan keempat menurut konsep
Maslow dan “Growth” mengandung makna sama dengan “self actualization” menurut
Maslow. Kedua, teori Alderfer menekankan bahwa berbagai jenis kebutuhan manusia
itu diusahakan pemuasannya secara serentak. Apabila teori Alderfer disimak
lebih lanjut akan tampak bahwa :
Makin tidak terpenuhinya suatu kebutuhan tertentu, makin
besar pula keinginan untuk memuaskannya; Kuatnya keinginan memuaskan kebutuhan
yang “lebih tinggi” semakin besar apabila kebutuhan yang lebih rendah telah
dipuaskan; Sebaliknya, semakin sulit memuaskan kebutuhan yang tingkatnya lebih
tinggi, semakin besar keinginan untuk memuasakan kebutuhan yang lebih mendasar.
Tampaknya pandangan ini didasarkan kepada sifat pragmatisme
oleh manusia. Artinya, karena menyadari keterbatasannya, seseorang dapat
menyesuaikan diri pada kondisi obyektif yang dihadapinya dengan antara lain memusatkan
perhatiannya kepada hal-hal yang mungkin dicapainya.
4. Teori Herzberg (Teori Dua
Faktor)
Ilmuwan ketiga yang diakui telah
memberikan kontribusi penting dalam pemahaman motivasi Herzberg. Teori yang
dikembangkannya dikenal dengan “ Model Dua Faktor” dari motivasi, yaitu faktor
motivasional dan faktor hygiene atau “pemeliharaan”.
Menurut teori ini yang dimaksud
faktor motivasional adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya
intrinsik, yang berarti bersumber dalam diri seseorang, sedangkan yang dimaksud
dengan faktor hygiene atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya
ekstrinsik yang berarti bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku
seseorang dalam kehidupan seseorang.
Menurut Herzberg, yang tergolong
sebagai faktor motivasional antara lain ialah pekerjaan seseorang, keberhasilan
yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier dan pengakuan orang
lain. Sedangkan faktor-faktor hygiene atau pemeliharaan mencakup antara lain
status seseorang dalam organisasi, hubungan seorang individu dengan atasannya,
hubungan seseorang dengan rekan-rekan sekerjanya, teknik penyeliaan yang
diterapkan oleh para penyelia, kebijakan organisasi, sistem administrasi dalam
organisasi, kondisi kerja dan sistem imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam
memahami dan menerapkan teori Herzberg ialah memperhitungkan dengan tepat
faktor mana yang lebih berpengaruh kuat dalam kehidupan seseorang, apakah yang
bersifat intrinsik ataukah yang bersifat ekstrinsik
5. Teori Keadilan
Inti teori ini terletak pada
pandangan bahwa manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha
yang dibuat bagi kepentingan organisasi dengan imbalan yang diterima. Artinya,
apabila seorang pegawai mempunyai persepsi bahwa imbalan yang diterimanya tidak
memadai, dua kemungkinan dapat terjadi.
Untuk memenuhi tugas dasar-dasar menejemen
Komentar
Posting Komentar